Jumat, 17 Agustus 2012 - 0 komentar

Fatwa Porno Wahabi: Pria Dewasa menyusu Perempuan Dewasa supaya jadi Mahrom


Selamanya, fatwa para masyâyikh Salafi Wahhâbi selalu membawa keberkahan bagi para menyandang syahwat yang ingin mendapatkan jalan keluar yang islami.

Kali ini tentang menyusunya kaum pria dewasa -(yang boleh jadi sudah berjenggot menjulur seperti para masyâikh Salafi dan kaum muthowwe’ yang kerjanya “ngobrak”kaum muslimin agar bergegas shalat berjama’ah di masjid)- kepada wanita ajnabiyah (bukan muhrim) yang dimaukan untuk menjadi muhrim melalui persusuan/radhâ’ah.
Fatwa porno itu didasarkan kepada sebuah dongeng yang dinisbatkan kepada seorang istri Nabi saw. Seperti diriwayatkan Imam Malik dan lainnya.
Dalam Al-Muwatho’ hal. 197 Bab Tentang Menyusunya Pria Dewasa disebutkan sbb:
…. Aisyah mengambil hukum ini untuk setiap pria yang ia sukai masuk menemuinya. Ia memerintah Ummu Kultsum putri Abu Bakar ash-Shiddîq; saudarinya dan anak-anak perempuan saudaranya untuk menyusui siapa yang Aisyah sukai untuk masuk menemuinya. Sementara para istri Nabi saw. yang lain tidak mau memasukkan pria asing dengan cara Aisyah itu….
Beberapa saat yang lalu, DR. Izzat ‘Athiyah yang menjabat sebagai Ketua Jurusan Hadits, Fakultas Ushuluddin, Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir berfatwa membolehkan seorang pegawai perempuan yang berkerja berduaan dengan seorang laki-laki dalam satu ruangan yang tertutup dan pintunya tidak bisa dibuka kecuali melalui salah satu dari keduanya, untuk menyusui teman laki-laki tersebut, dengan tujuan agar nantinya dibolehkan kholwat berduaan, dan perempuan tersebut boleh membuka jilbab dan menampakkan rambutnya di depan laki-laki yang disusuinya tersebut. Dan ketika sudah menyusui temannya tersebut, diharapkan mereka berdua segera meminta surat resmi dari pihak yang berwenang agar tidak menimbulkan fitnah dikemudian hari. Fatwa tersebut mengakibatkan keresahan di kalangan masyarakat Islam Mesir, maka pihak Universitas memecat yang bersangkutan dari jabatannya.
Bagaimana sebenarnya konsep menyusui dalam Islam, dan apa hukum seorang perempuan menyusui laki-laki dewasa yang bukan muhrimnya, dan konsekwensi apa yang diakibatkan dari susuan tersebut. Insya Allah dibahas dalam makalah di bawah ini.
Menyusui Anak Berumur di Bawah Dua Tahun.
Para ulama sepakat bahwa anak kecil yang berumur dua tahun ke bawah, jika menyusu kepada seorang perempuan, maka susuan tersebut menjadikannya sebagai anak susuan dari perempuan tersebut. Karena air susu pada umur tersebut akan menjadi daging dan tulangnya.
Adapun perempuan yang menyusui laki-laki dewasa yang bukan mahramnya apakah keduanya akan menjadi mahram dengan susuan tersebut? Para ulama dalam masalah ini berbeda pendapat:
Pendapat Pertama: Bahwa menyusui waktu besar tidak bisa menjadikan mahram. Ini adalah pendapat istri-istri Rasullahshallallahu ‘alaihi wasallam, dan mayoritas ulama dari kalangan para sahabat, tabi’in, dan pendapat dari madzhab Malikiyah, Syafi’yah serta Hanabilah. (Az Zaila’i, Tabyinu Al Haqaiq : 2/182 , Al Kasynawi, Ashalu al Madarik : 2/ 213, As Syafi’I, Al Umm : 5/ 48 , Al Bahuti, Ar Raudh Al Murabbi, hlm : 515)
Mereka berdalil dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.” (QS. Al-Baqarah: 223)
Ayat di atas menunjukkan bahwa batasan maksimal menyusui adalah dua tahun, sehingga susuan yang terjadi setelah dua tahun tidak bisa menyebabkan terjadinya mahram.
Begitu hadits Aisyah radliyallahu ‘anha, bahwasanya ia berkata:
دَخَلَ عَلَيَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعِنْدِي رَجُلٌ قَالَ يَا عَائِشَةُ مَنْ هَذَا قُلْتُ أَخِي مِنْ الرَّضَاعَةِ قَالَ يَا عَائِشَةُ انْظُرْنَ مَنْ إِخْوَانُكُنَّ فَإِنَّمَا الرَّضَاعَةُ مِنْ الْمَجَاعَةِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menemuiku dan saat itu disampingku ada seorang pemuda. Beliau bertanya: “Wahai Aisyah, siapakah orang ini?” Aku menjawab: “Ia saudara sesusuanku”. Beliau bersabda: “Wahai Aisyah teliti lagi, siapa sebenarnya yang menjadi saudara-saudara kalian yang sebenarnya, karena sesusuan itu terjadi karena kelaparan.” (HR. Bukhari no: 2453)
Hadist di atas menunjukkan bahwa susuan yang menyebabkan seseorang menjadi mahram adalah susuan dikarenakan lapar (maja’ah) yaitu pada waktu kecil. (Ibnu al Atsir (544 H-606 H), Al Nihayah fi Gharib al Hadist wa al Atsar, Mekkah, Dar Al Baaz: 1/316) Oleh karenanya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak senang melihat Aisyah bersama laki-laki yang barangkali bukan satu susuan waktu kecil. (Ibnu Qayyim, Zaad al Ma’ad: 5/516)
Dikuatkan juga dengan hadist Ummu Salamah radliyallahu ‘anha, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallambersabda:
لَا يُحَرِّمُ مِنْ الرِّضَاعَةِ إِلَّا مَا فَتَقَ الْأَمْعَاءَ فِي الثَّدْيِ وَكَانَ قَبْلَ الْفِطَامِ
“Persusuan tidak bisa menjadikan mahram, kecuali (susuan) yang mengenyangkan dan terjadi sebelum disapih.” (HR. Tirmidzi, dan beliau berkata, “Ini merupakan hadits hasan sahih dan diamalkan para ulama dari kalangan sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan yang lainnya; bahwa persusuan tidak menjadikan mahram kecuali pada bayi di bawah dua tahun.”)
Hadist di atas menunjukkan bahwa susuan tidaklah menjadikan seseorang menjadi mahram bagi yang menyusuinya kecuali jika susu tersebut bisa membuka usus anak yang masih kecil, sehingga bisa menumbuhkan daging dan membesarkan tulang. Dan ini terjadi ketika anak masih kecil, yaitu ketika belum disapih.
Lafadh “Ats Tsadyi“ (puting payu dara) tidak dimaksudkan bahwa menyusui tersebut harus dengan cara manual sebagaimana lazimnya seorang bayi menyusu dengan menghisap puting payudara ibunya, tetapi maksudnya adalah umur ketika anak sedang menyusui. Sebagaimana orang Arab sering mengatakan: fulan meninggal di puting payudara, artinya meninggal waktu kecil, pada umur menyusu. Dari situ, bisa dikatakan bahwa jika seorang bayi minum susu seorang perempuan dari botol, maka bayi tersebut telah menjadi anak susuannya secara sah. (Ibnu al- Arabi, Aridhatu al Ahwadzi : 5/ 97, Al Mubarkufuri, Tuhfatu al Ahwadzi, Beirut, Daar al Kutub al Ilmiyah, 1990, cet ke – 1, Juz : 4/ 263)
Pendapat Kedua: Bahwa menyusui waktu besar menyebabkan terjadinya mahram. Ini adalah pendapat Aisyah radliyallahu ‘anha, dan madzhab Ad Dhahiriyah (Ibnu Hazm, al Muhalla : 10/ 17-20)
Mereka berdalil dengan hadist Aisyah radliyallah ‘anhabahwasanya ia berkata:
جَاءَتْ سَهْلَةُ بِنْتُ سُهَيْلٍ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أَرَى فِي وَجْهِ أَبِي حُذَيْفَةَ مِنْ دُخُولِ سَالِمٍ وَهُوَ حَلِيفُهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرْضِعِيهِ قَالَتْ وَكَيْفَ أُرْضِعُهُ وَهُوَ رَجُلٌ كَبِيرٌ فَتَبَسَّمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ قَدْ عَلِمْتُ أَنَّهُ رَجُلٌ كَبِيرٌ
“Sahlah binti Suhail datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dia berkata; “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya melihat di wajah Abu Hudzaifah (ada sesuatu) karena keluar masuknya Salim ke rumah, padahal dia adalah pelayannya.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Susuilah dia.” Dia (Sahlah) berkata; “Bagaimana mungkin saya menyusuinya, padahal dia telah dewasa?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tersenyum sambil bersabda: “Sungguh saya telah mengetahuinya kalau dia telah dewasa.” (HR. Muslim , no : 2636)
Di dalam riwayat lain disebutkan:
قَالَ أَرْضِعِيهِ تَحْرُمِي عَلَيْهِ
“Susuilah dia, maka dia akan menjadi mahrammu.” (HR. Muslim, no. 2638)
Hadist di atas menunjukkan secara jelas bahwa susuan walaupun waktu dewasa bisa menjadikan seseorang mahram dengan yang menyusuinya.
Pendapat Ketiga: Menyatakan bahwa yang menyebabkan mahram adalah menyusui di waktu kecil, adapun menyusui di waktu besar hanya menyebabkan dibolehkannya berkhalwat. Ini adalah pendapat Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayim, Shan’ani, dan Syaukani. (Ibnu Taimiyah, Majmu’ al Fatawa :34/ 60, As Syaukani, Nail al Authar, Riyadh, Dar al Nafais, Juz : 6/ 353, As Shon’ani, Subulu as Salam,Beirut, Dar al Kutub al Ilmiyah, 1988, Cet ke -1, Juz 3/ 407).
Mereka berdalil bahwa Abu Hudzifah dan Sahlah binti Suhail sudah menganggap Salim adalah anaknya sendiri, ketika Allah mengharamkan adopsi anak, maka Salim secara otomatis berubah menjadi orang asing dan tidak boleh masuk lagi ke rumah Abu Khudaifah dan Sahlah, keduanya merasa keberatan dan melapor kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka beliau menyuruhnya untuk menyusui Salim supaya bisa masuk ke dalam rumah mereka kembali sebagaimana anaknya sendiri. Dan ini berlaku bagi Salim dan orang-orang sepertinya. Benarkah demikian? Wallohu a’lam bish Showab

 —http://salafytobat.wordpress.com/2012/06/13/bukti-fatwa-sesat-wahabi-menyalahi-ijma-pria-dewasa-menyusu-perempuan-dewasa-supaya-jadi-mahrom/
- 0 komentar

Wahabi Melarang Mencium Mushaf Al Quran

Perkara ini –menurut keyakinan kami– adalah masuk kedalam keumuman hadits “Jauhilah oleh kalian perkara-perkara baru karena setiap perkara baru adalah bid’ah dan setiap kebid’ahan adalah sesat”, dalam hadits lain “Setiap kesesatan dalam Neraka “.
Banyak kalangan punya pendirian tertentu dalam menyikapi hal ini, mereka mengatakan “Ada apa dengan mencium mushaf ? Bukankah ini hanya untuk menampakkan sikap membesarkan dan mengagungkan Al Qur’an ?”, kita katakana kepada mereka, “Kalian benar, tak ada apa-apa melainkan hanya pengagungan terhadap Al Qur’anul Karim, tetapi perhatikanlah, apakah sikap pengagungan ini luput atas generasi umat yang pertama, yang mereka tiada lain adalah para sahabat Rosulullah demikian pula para tabi’in dan para tabi’ut tabi’in setelahnya ?” Tidak ragu lagi jawabannya adalah seperti jawaban Ulama Salaf, ” Jika perkara itu baik, tentu mereka akan mendahului kita padanya ” .
Ini satu masalah, masalah yang lainnya adalah apa hukum asal mencium sesuatu, bolehkah atau terlarang ?
Disini perlu kami paparkan suatu hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Sahabat Abbas bin Rabi’ah ia berkata, “Aku melihat Umar bin Khotob mencium hajar aswad dan berkata, “Sesungguhnya aku tahu engkau adalah batu, tidak dapat memberi mudharat tidak pula memberi manfa’at, sekiranya bukan karena Aku telah melihat Rasulullah mencium-mu Aku tak akan mencium-mu””.
Kalau demikian, kenapa Umar mencium hajar aswad ?” apakah karena filsafat yang muncul darinya ?
Jadi asal hukum mencium ini hendaknya berjalan diatas sunnah yang dulu. ingatlah sikap Zaid bin Tsabit beliau telah berkata, “Bagaimana kalian melakukan sesuatu yang tidak dilakukan Rasulullah ?”.
Jika ditanyakan kepada yang mencium mushaf, “Bagaimana kalian melakukan sesuatu yang tidak dilakukan Rasulullah ?”, ia akan mengarahkan jawaban yang aneh sekali, seperti “Hai saudaraku ada apa dengan ini ? Ini mengagungkan Alqur’an !”, maka katakana padanya, “Hai sadaraku, apakah Rasulullah tidak mengagungkan Al Qur’an ? Tidak ragu lagi bahwa beliau mengagungkan Al Quran, walau demikian beliau tidak menciumnya”.
Saya katakan, “Tidak ada jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah kecuali dengan apa yang telah disyari’atkanNya, oleh karena itu kita bertindak sesuai dengan apa yang disyari’atkan untuk kita dari keta’atan dan ibadah-ibadah, tidak menambahinya walau satu kata, karena hal ini seperti ucapan Nabi, “Tidak aku tinggalkan sesuatupun yang Allah telah perintahkan kalian, kecuali aku telah perintahkan kalian dengannya””.
Oleh karena itu maka mencium mushaf (Al Qur’an) adalah bid’ah, dan setiap kebid’ahan adalah sesat, setiap kesesatan tempatnya di neraka.

Sumber : “”Kaifa Yajibu ‘Alaina An-Nufassirol Qur’an”
Ditulis oleh Ustadz Abu Hamzah Al-Atsary
- 0 komentar

Wahabi Mengkafirkan dan Menghalalkan Darah Umat Islam






Disediakan oleh;
Abu Lehyah Al-Kelantany

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله رب العالمين, مكون الأكوان, مدبر الأزمان, الموجود أزلا وأبدا بلاكيف ولاجهة ولامكان , والصلاة والسلام على محمد سيد الأنبياء والمرسلين, وعلى ءاله الطاهرين وصحابته الطيبين, اما بعد




MENGKAFIRKAN UMAT ISLAM TANPA SEBAB YANG DIBENARKAN OLEH SYARAK. Al-Allamah al-Mufassir Al-Muhaddith Syeikh Yusuf al-Dijwi merupakan antara ulamak-ulamak Al-Azhar yang terulung, beliau menyifatkan fahaman Ibn Taymiyah, Ibn Qayyim, Syaukany dan termasuk juga Al-Wahhabiyah sebagai suatu jemaah yang mengkafirkan umat Islam selepas disebut secara panjang lebar di dalam kitab (( مقالات وفتاوى )) di bawah tajuk “At-Tawassul”, m/s 134 : ” Kami telah menulis suatu ucapan yang ringkas padat pada membicarakan tentang amalan bertawassul kepada Nabi sollallahu ‘alaihi wasallam. Dan kami tahzirkan / waspadakan supaya berhati-hati dengan pelampau-pelampau agama dan sesiapa yang mengikut “style” pengkafiran mereka dengan mengkafirkan seluruh Umat muslimin. Kami Katakan kepada mereka : Sesungguhnya pengkafiran itu merupakan sesuatu perkara yang besar, tidaklah sepatutnya kepada mereka yang memelihara agamanya pantas melakukannya”.

MENGKAFIRKAN UMAT ISLAM DAN MENGHALALKAN DARAH UMAT ISLAM.
Menurut Al-Allamah al-Mufassir Al-Muhaddits Syeikh Yusuf al-Dijwi apabila membahaskan tentang keharusan amalan bertawasssul dengan para nabi dan para rasul dan para ulamak solihin pada M/s 136 : ” Maka bagaimana boleh mereka mengkafirkan Umat Islam dan menghalalkan darah-darah mereka, harta benda mereka lantaran kerana mereka melakukan amalan bertawassul dan beristighothah, sehinggalah pada pengishtilahan mereka, orang yang tidak bertepatan dengan apa yang mereka pegang. Pertelingkahan pada makna bukan pada lafadz??!”.

Al-WAHHABYAH ADALAH KHAWARIJ.

Al-Allamah al-Mufassir Al-Muhaddits Syeikh Yusuf al-Dijwi dalam kitab yang sama, m/s 138 menegaskan :” Maka kami katakan : Kamu ( Ibn taymiyah, Ibn Qayyim dan al-Wahhabiyah) telah mengkafirkan (umat Islam) ketika mana kamu melontarkan kepada Umat Islam dengan kekufuran? ataupun kami mengatakan : Sesungguhnya kamu (Ibn taymiyah, Ibn Qayyim dan al-Wahhabiyah) adalah orang yang mengaburi kita dengan memperbanyakkan solat, banyak membaca Al-quran (dengan lidah-lidah mereka) tetapi tidak sampai ke hatisanubari mereka. Mereka menyeleweng daripada agama sebagaimana terselewengnya panah daripada busur?! ataupun kami katakan : Sesungguhnya mereka (Ibn Taymiyah, Ibn Qayyim dan al-Wahhabiyah) adalah Golongan al-Khawarij yang mana Ibn Umar mengatakan -sebagaimana ia termaktub di dalam sohih bukhari- ” mereka sengaja membawa ayat yang sebenarnya diturunkan kepada orang-orang musyrikin lalu mereka meletakkan (ayat tersebut) kepada umat Islam)? atau kami katakan sebagaimana Ibn Umar juga: “ Sesungguhnya kamu telah membunuh penduduk masyarakat Islam sedangkan kamu membiarkan penyembah berhala (bermaharajalela ))? atau kami mengatakan : ” Dan kami tidak mahu melainkan mereka merupakan golongan pelampau agama yang pekat tolol, degil, bersifat jumud lagi jahil.”
Seterusnya Al-Allamah al-Mufassir Al-Muhaddits Syeikh Yusuf al-Dijwi meyambung :” Sesungguhnya kamu ( wahai Ibn Taymiyah, Ibn Qayyim dan al-Wahhabiyah) adalah musuh Allah yang mana kamu mensabitkan bagi-Nya (Allah) dan mentashbihkan Nya dengan makhluk. Dan juga kamu ( wahai Ibn taymiyah, Ibn Qayyim dan al-Wahhabiyah) musuh Rasulullah yang mana mereka (wahai Ibn Taymiyah, Ibn Qayyim dan al-Wahhabiyah) tidak memuliakan dan juga tidak meraikan dengan menghormatinya. Dan Kamu ( wahai Ibn taymiyah, Ibn Qayyim dan al-Wahhabiyah)) adalah musuh para auliya’ yang mana kamu telah menghina mereka dengan segala bentuk penghinaan. Dan Kamu ( wahai Ibn taymiyah, Ibn Qayyim dan al-Wahhabiyah) adalah musuh kepada semua Umat Islam yang mana kamu telah menghalalkan darah-darah mereka dan harta benda mereka sehingga mereka telah membunuh anak-anak lelaki dan juga anak-anak perempuan mereka. Demikian itu kami tidak melakukannya, sedangkan perkara tersebut perkara yang paling membawa kekufuran dan sangat membawa maksiat kepadaNya.
Al-Allamah al-Mufassir Al-Muhaddits Syeikh Yusuf al-Dijwi mengketegorikan ibn Taymiyah, Ibn Qayyim dan Wahhabiyah sebagai mana berikut ;

1.Khawarij (ini kerana mereka suka mengkafirkan umat Islam)
2.Ghulat ; pelampau agama
3.Musuh Allah
4.Musuh Rasulullah
5.Musuh para ulamak dan awliya’ yang sholihin
6.Menyeleweng daripada agama.
7. Bersifat jumud dan “primitif”
8.Kumpulan pengganas yang membunuh umat islam sehingga kanak-kanak lelaki atau perempuan.

IBN TAYMIYAH DAN WAHHABIYAH ADALAH PELAMPAU AGAMA.
Al-Allamah al-Mufassir Al-Muhaddits Syeikh Yusuf al-Dijwi dalam m/s 140: ” Dan untuk memendekkan perkara ini, kami datangkan kepada kamu sesuatu tentang arwah dan amalan arwah selepas kematiannya yang mana ia diperkatakan oleh Ibn Qayyim, dan jua sesuatu yang diperkatakan oleh As-Syaukany. Dan Kedua-duanya merupakan tokoh-tokoh pelampau agama yang mana kata-kata mereka sering mengelirukan (umat Islam) di setiap penduduk negara, bahkan apa yang mereka pandangnya sebagai ilmu atau seumpama ilmu, maka itu adalah sesungguhnya untuk Ibn taymiayh, Ibn Qayyim, dan Syaukany. Dan mereka menghukumkan seorang demi seorang seperti babgha’ (burung kakak tua)…”

KEJAHILAN DAN KEDANGKALAN BERMAHARAJALELA DI DALAM DIRI.
Dalam m/s 141 di bawah tajuk “amalan arwah selepas kematian”: ” ini adalah yang disebut oleh Ibn Qayyim. Maka lihatlah apa yang telah mereka perkatakan. Dan janganlah kamu lupa bahawasanya dia tidak mempunyai ilmu pengetahuan ataupun seumpama dengan ilmu pengetahuan, melainkan di ambil daripada ucapan Ibn Qayyim dan para sahabatnya. Tetapi apa yang telah nyata mereka sebenarnya kurang mengulangkaji seperti mana juga mereka mempunyai akal yang pendek.”
ULASAN ;
qultu ; maka benarla apa yang dikatakan oleh Al-Allamah al-Mufassir Al-Muhaddits Syeikh Yusuf al-Dijwi. Ini juga yang telah diperkatakan oleh Ibn ‘Abidin al-hanafi di dalam kitab Raddul Mukhtar dan yang lainnya:
Mari kita lihat sejenak kata-katanya :





: مطلب في أتباع( ابن )عبد الوهاب الخوارج في زماننا قوله


(ويكفرون أصحاب نبينا (ص)) علمت أن هذا غير شرط في مسمى الخوارج، بل هو بيان لمن خرجوا على سيدنا علي رضي الله تعالى عنه، وإلا فيكفي فيهم اعتقادهم كفر من خرجوا عليه، كما وقع في زماننا في اتباع (ابن) عبد الوهاب الذين خرجوا من نجد وتغلبوا على الحرمين وكانوا ينتحلون مذهب الحنابلة، لكنهم اعتقدوا أنهم هم المسلمون وأن من خالف اعتقادهم مشركون، واستباحوا بذلك قتل أهل السنة وقتل علمائهم، حتى كسر الله تعالى شوكتهم وخرب بلادهم وظفر بهم عساكر المسلمين عام ثلاث وثلاثين ومائتين وألف

Satu mathlab pada menceritakan pengikut [Ibn] Abdul wahhab al-Khawarij di zaman kita:

“ Dan mereka mengkafirkan sahabat-sahabat Nabi kita Sollalllahu ‘Alaihi wassalam, aku mengetahui bahawa ini adalah bukan menjadi syarat untuk (mereka) dinamakan sebagai Khawarij. Bahkan ini adalah penjelasan bagi mereka yang keluar daripada sayyidina ‘Ali – semoga Allah meredhainya- , dan jika tidak maka cukuplah pada diri mereka itu i’tiqod mereka mengkafirkan orang yang keluar daripada mereka, sepertimana yang terjadi pada zaman kita, pengikut
[Ibn] muhammad Abdul Wahhab yang keluar daripada Najad (sekarang ialah Riyadh), mereka telah menguasai Haramain (Makkah dan Madinah) , mereka pernah menisbahkan diri mereka mazhab al-Hanabilah, tetapi mereka ber’itiqod bahawa mereka sahajalah Islam dan sesiapa yang selain mereka, bercanggah dengan i’tiqod mereka adalah kafir musyrik, disebabkan perkara tersebutlah mereka menghalalkan pembunuhan terhadap Ahlus Sunnah (ASWJ) dan membunuh ulamak-ulamak mereka (ASWJ), sehinggalah Allah telah memecahkan rumah-rumah mereka, membinasakan negara mereka, dan tentera-tentera Islam menawan mereka pada tahun 1233h.”

Berhati-hatilah dengan pengganas ini….hmm

Disediakan oleh;
Abu Lehyah Al-Kelantany
- 0 komentar

Bukti Wahaby adalah jamaah takfir!

Sudah jelas bahwa mayority muslim di dunia adalah ahlusunnah (sunni) yang berpegang teguh dengan 4 madzab ahlusunnah yangberakidah mengikut nabi dan sahabat, yang mana kaidah aqidah nabi dan sahabat telah disusun oleh imam alasy’ary.

Maksud imam asy’ary menyusun kaidah tauhid adalah untuk melestarikan pemahaman aqidah nabi dan sahabat, dan menjaga agar aqidah umat (umat akhir zaman yang lemah ilmu, iman dan amal) tetap mengikuti aqidah nabi saw…
kaidah tauhid imam al asy’ary dikenal dengan kaidah aqidah 50 (karena terdiri dari : 20 sifat wajib Allah dan 20 sifat yang mustahil, 1 sifat yang jaiz utk Allah….4 sifat wajib utk nabi, 4 sifat yg mustahil bagi nabi dan 1 sifat yang boleh)…
inilah aqidah mayoritas umat islam yang disebut sunni atau ahlusunnah!!
Aqidah ini adalah aqidah seluruh ulama 4 madzab dr dulu hingga sekarang! Tokoh-tokoh aqidah ini diantaranya sallahudin al ayubui (penakluk baitul maqdis), imam ibnu hajar, imam nawawi, imam alghazali, imam subki, imam aljauziah, imam suyuti, dsb……Aqidah yang diajarkan di madrasah al azhar asyarif (kairo-mesir) lebih dari 10 abad…!
tapi sekte sesat wahaby telah mengkafirkan aqidah ahlusunnah ini!
inilah bukti kitab takfir wahaby syaikh ‘ibnu ‘abdul wahab annajdy dan syaikh abdul aziz bin baz laknatullah…..yang megkafirkan aqidah sunni(asya’irah)!

Asya’irah dimata Wahabi



Mereka mendakwa Asya’irah dari golongan yang bertentangan dengan Para Sahabat, Tabi’in, Tabi’ Tabi’in dan Imam yang empat Shafe’i , Hambali , Maliki dan Hanafi dalam masaalah aqidah dan tidak berhak untuk digelar sebagai Ahli Sunnah Wa Al-Jama’ah.
Golongan Asya’irah bukan hanya sekadar menyalahi Ibnu Taimiyyah bahkan menyalahi mejoroti Imam-imam dan para ulama’ yang diatas jalan Salaf.
Demikianlah Wahabi memomok-momokkan Golongan Asya’irah dengan dakwaan-dakwaan yang batil dan bohong!!!
Awas Aliran Wahabi bukan hanya bercanggah dalam masaalah cabang bahkan yang sungguh menakutkan percanggahan dalam soal-soal aqidah !!!


Lihat bagaimana golongan Wahabi menkafirkan Ulama’ Asya’irah.Siapakah ahli Takfir?? siapakah yang mula menimbulkan api fitnah takfir?? Kami mempertahankan ASWj dari pengkafiran golongan Khawarij moden ini.
http://al-subki.blogspot.com/.
- 2 komentar

Ath Thurtusi mengkafirkan Imam Ghazali

oleh Abu Fairuz

Peran ulama tak semata mengajari muridnya untuk memahami agama. Sebagai pelanjut risalah para nabi, ulama memiliki tanggung jawab nan luhur dalam membimbing umat menuju kehidupan yang lebih baik. Dengan kapasitas ilmu yang dimiliki serta komitmen untuk menegakkan kebenaran, ulama berada pada garda terdepan. Walau yang dihadapi seorang penguasa, lantaran komitmennya yang tinggi dalam menegakkan kebenaran, seorang ulama mesti tampil menasehatinya. Itulah yang telah dilakukan oleh Imam Ath Thurtusi. Ketika Al Afdhal bin Amir Juyusy, seorang penguasa yang hidup di Mesir yang lekat dengan seorang Nashrani kemudian Imam Ath Thurtusi tandang ke hadapannya. Dibentangkannya kain yang dibawanya di bawah sang penguasa. Lantas ia pun menasehati Al Afdhal bin Amir Juyusy hingga penguasa itu meneteskan air mata. Nasehatnya yang menghujam ke relung kalbu mampu mengubah cara pandang sang penguasa. Al Afdhal bin Amir Juyusy pun akhirnya menjatuhkan putusan untuk mengusir karib Nashraninya itu.
Kepeduliannya untuk senantiasa menasehati penguasa tak sampai di situ saja. Tatkala Makmun bin Al Batha’ihi memegang jabatan menteri di Mesir setelah Al Afdhal bin Amir Juyusy menanggalkan jabatannya, Imam Ath Thurtusi pun menorehkan tinta bagi sang menteri. Lahirlah sebuah buku yang bertajuk Siraj Al Mulk yang diperuntukkan Makmun bin Al Batha’ihi.

Begitulah kiprah Imam At Thurtusi. Keluhuran komitmennya mampu mengantarkannya ke jantung istana kekuasaan dengan tanpa meluruhkan harkat keulamaannya. Kilau ilmu telah menjadikannya bersikap syaja’ah (berani).


Dasar pijak keilmuan Imam Ath Thurtusi memang tak diragukan. Hal ini bisa dilihat dari deretan ulama yang menjadi rujukan di kala dirinya menuntut ilmu. Tercatat seperti Al Qadli Abul Walid Al Baqi di Saraqusthah. Melalui ulama ini, Imam Ath Thurtusi banyak mempelajari beragam masalah yang dipertentangkan. Beliau pun mengkaji pula Sunan Abi Dawud melalui seorang ulama bernama Abu Ali At Tustari di Basrah, Irak. Abu Abdillah Ad Damaghani Rizqillah At Tamimi, Abu Abdillah Al Humaidi, Abu Bakar Asy Syasyi, dan sederet ulama lainnya menandakan kesungguhan dan kedalaman semangatnya dalam menelaah agama. Itu pun merupakan bukti betapa beliau teramat sangat mencintai ilmu.
Kecintaan beliau untuk menghidupkan ilmu dibuktikan dengan banyaknya murid yang belajar kepadanya. Tersebutlah nama nama yang meriwayatkan dari beliau, seperti Abu Thahir As Silafi, Al Faqih Sallam bin Al Muqaddam, Jauhar bin Du’lu Al Muqri, Al Faqih Shalih binti Mu’afi Al Maliki, Abdullah bin Ath Thaf Al Azadi, dan banyak lainnya. Selain itu, beliau pun banyak pula mengguratkan karya dengan hadirnya buku buku yang mengupas keharaman lagu, tentang zuhud, ta’liq tentang khilaf, bid’ah, keharusan berbuat baik kepada orang tua, bantahan terhadap Yahudi, Al Umud fi Ushul, dan karya tulis lainnya.
Karya beliau yang tergolong monumental adalah buku berjudul Al Hawadits ‘ala Al Bida’. Buku ini merupakan jawaban atas pertanyaan yang diajukan seseorang dari Andalusia berkenaan dengan penulis buku Ihya’ Ulumuddin, Abu Hamid Al Ghazali. Mengomentari penulis Ihya’ Ulumuddin ini, Imam At Thurtusi pernah menulis surat kepada Abdullah bin Muzhaffar sebagai berikut :
Semoga keselamatan atasmu. Aku pernah bertemu dan berbicara dengan Abu Hamid. Dia seorang yang cerdas dan sarat dengan pemahaman. Dia orang besar di masanya. Akan tetapi kemudian dia menyimpang dari jalannya para ulama. Masuk ke dalam debu para ‘ubbad (ahli ibadah) kemudian bertasawwuf. Dia menjauhi ilmu dan para ahlinya, masuk ke ilmu perasaan, dan was was setan mengalir dengan cepat. Dia mencela para fuqaha dengan madzhab madzhab filsafat dan rumus rumus Al Hallaj, menjauhi para fuqaha dan mutakallimin. Hampir saja dia murtad dari Islam.
Ketika dia menulis kitab Ihya’-nya, dia bersandar dan berbicara tentang ilmu ilmu ahwal dan rumus rumus sufi. Padahal dia juga tidak mengerti tentang itu. Akibatnya, dia tersungkur. Maka dia tidak mendapat tempat di kalangan para ulama kaum Muslimin dan orang orang zuhud. Dia pun memenuhi kitabnya dengan kedustaan yang diatasnamakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku tidak mengetahui sebuah kitab pun di dunia ini yang paling banyak berdusta atas nama Nabi kecuali kitab tersebut. Bila dikaitkan dengan madzhab madzhab filsafat, rumus rumus Al Hallaj, dan makna Rasail Shafa (sebuah tulisan yang berisi pemahaman bathiniyah dan ilhad) mereka menganggap bahwa kenabian adalah sebuah usaha. Nabi menurut mereka tidak lebih sama dengan orang yang utama. Dia berakhlak yang baik dan menjauhi main main. Dia melatih dirinya sampai bisa mengalahkan syahwat. Kemudian (setelah itu) menggiring orang orang dengan akhlak tersebut. Mereka mengingkari kalau Allah mengutus Rasul kepada manusia. Mereka menganggap mukjizat adalah titipan dan suatu kebetulan. Padahal Allah telah memuliakan Islam, menjelaskan hujjah hujjahnya, dan memutus alasan (bantahan, pent.) dengan dalil dalil.
Orang-orang yang ingin menolong Islam dengan madzhab filsafat dan rasio ilmu mantiq adalah seperti orang yang ingin mencuci baju dengan air kencing. Kemudian dia membawakan ucapan yang mengguncangkan dan mengagetkan, mengharap dan merindukan, hingga bila jiwa-jiwa telah dihiasi dengan itu, ia akan berkata :
“Ini ilmu muamalah. Setelah itu ilmu mukasyafah.” Hal itu tidak boleh ditulis dalam buku. Dia menambahkan : “Ini termasuk rahasia hati dan dilarang untuk disebarkan.”
Inilah rekayasa orang orang bathiniyah dan para penipu dalam agama, menganggap remeh dengan yang ada, dan menyebut jiwa dengan yang kosong (tidak ada). Inilah godaan kepada keyakinan jiwa atau hati dan menghina ucapan Al Jamaah. Jika orang ini (Al Ghazali) meyakini apa yang ia tulis, tidak menutup kemungkinan dia dihukumi sebagai orang kafir. Adapun jika tidak meyakini, alangkah hebat kemungkinan untuk dinyatakan sesat.
Adapun tentang pembakaran buku ini (Al Ihya’), demi jiwaku, bila dia menyebar di kalangan orang-orang yang tidak mempunyai ilmu, dengan racunnya yang membunuh, dikhawatirkan orang yang membaca akan meyakini bahwa hal itu adalah kebenaran. Membakar kitab itu sama dengan membakar mushaf yang dibakar oleh para shahabat dengan tujuan agar tidak menyelisihi mushaf Utsmani … .
Bahkan menurut Imam At Thurtusi, karya Abu Hamid Al Ghazali ini tak pantas disebut Ihya’ Ulumuddin (menghidupkan ilmu-ilmu agama), tetapi lebih pantas disebut dengan Imatatu Ulumuddin (mematikan ilmu ilmu agama).
Itulah sosok ulama, Imam At Thurtusi. Seorang ulama yang berasal dari Thurtusyah, wilayah sebelah utara Andalusia, lahir 451 H dengan nama Abu Bakar Muhammad bin Al Walid bin Khalaf bin Sulaiman bin Ayyub Al Fihri Al Andalusi Ath Thurtusi. Beliau juga digelari Al Imam, Al ‘Allamah, Al Qudwah, Az Zahid, Asy Syaikh madzhab Maliki. Beliau wafat di Iskandariyah, Mesir pada Jumadil Ula 530 H. Semoga Allah merahmatinya.
(Dikutip dari terjemah tulisan Imam Ath Thurtusi, dimuat dalam SALAFY 32/1420/1999/Ibrah])
- 5 komentar

Vonis Salafy Bahwa Jemaah Tabligh Sesat

Syaikh Dr. Rabi Bin Hadi Al Madkhali :
Segala puji bagi Allah Subhanahu wata’ala, shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah atas Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya dan shahabatnya serta orang-orang yang mengikuti petunjuknya. Amma Ba’du.
Sungguh telah sampai kepadaku beberapa selebaran yang memuat perkataan dua ulama besar salafy yaitu Syaikh Bin Baz dan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin Rahimahullah.
Sebagian pengikut Jama’ah Tabligh berusaha menyebarkannya dan mengedarkannya di kalangan orang-orang bodoh (tidak berilmu) dan orang yang tidak mengerti hakikat manhaj mereka (yakni manhaj Jama’ah Tabligh) yang bathil dan aqidah mereka yang rusak.
Memang di dalam perkataan dua Syaikh tersebut terdapat pernyataan yang memuji Jama’ah Tabligh.
Fatwa Syaikh Bin Baz berdasarkan penuturan seorang Tablighy (pengikut Jama’ah Tabligh) atau pendukungnya, dia menceritakan kepada Syaikh Bin Baz berita yang bertentangan dengan keadaan Jama’ah Tabligh yang sebenarnya. Dia juga memberikan gambaran yang berlawanan dsri kenyataannya.
Yang menguatkan ucapan kami adalah perkataan Syaikh Bin Baz Rahimahullah berikut:
“Tidak diragukan lagi bahwa umat manusia sangat membutuhkan pertemuan-pertemuan yang bagus semacam ini, yaitu perkumpulan dalam rangka mengingat Allah (dzikrullah), menyeru untuk berpegang teguh dengan islam, menerapkan ajaran-ajaran- Nya dan membersihkan tauhid dari bid’ah dan khurofat. (lihat fatwa Beliau, no 1007, tanggal 17/8/1407 H dan yang disebarkan oleh Jama’ah Tabligh sekarang).
Dari sini teranglah bahwa tablighy di atas menyebutkan dalam selebarannya bahwa Jama’ah Tabligh menyeru untuk berpegang teguh dengan islam dan menerapkan ajaran-ajaran-Nya dengan membersihkan tauhid dari bid’ah dan khurofat. Oleh karena itulah, maka Syaikh Bin Baz memuji mereka.
Seandainya penulis selebaran tersebut mengungkapkan fakta sebenarnya dan menggambarkan hakikat keadaan mereka serta menjelaskan hakikat manhaj mereka yang rusak, niscaya Syaikh Bin Baz As-Salafy Al-Muwahhid pasti mencela mereka dan memperingatkan umat dari bahayanya mereka sebagaimana yang beliau lakukan pada fatwa beliau yang terakhir tentang mereka yang akan dilampirkan di sini pula.
Adapun di dalam perkataan Al-Allamah Syaikh Ibnu ‘Utsaimin juga terdapat pernyataan yang menunjukkan bahwa beliau membiarkan ajaran mereka. Perhatikan pernyataan beliau berikut ini:
“Perhatikan” Jika perselisihan terdapat pada masalah aqidah maka wajib diluruskan. Apabila perkara tersebut menyelisihi madzab salaf, maka wajib diingkari dan wajib memperingatkan umat dari bahaya orang yang menelusuri jalan yang menyelisihi madzab salaf dalam bab ini. Lihat fatwa Ibnu ‘Utsaimin 92/936-944) sebagaimana disebutkan dalam selebaran yang diedarkan oleh Jama’ah Tabligh sekarang.
Tidak diragukan lagi bahwa perselisihan antara salafiyyun Ahlus Sunnah dan Ahlut Tauhid dengan Jama’ah Tabligh adalah suatu perselisihan yang sangat keras dan tajam dalam masalah aqidah dan manhaj.
Jama’ah Tabligh berpahaman Maturidiyah yang meniadakan sifat-sifat Allah. Mereka juga menganut paham Sufiyah dalam ibadah dan suluk (tata pergaulan-pent). Mereka berbai’at diatas empat Thariqat Sufiyah yan tenggelam dalam kesesatan. Thariqat-thariqat tersebut dibangun diatas pemahaman Hulul (Allah menyatu pada diri seseorang- pent), Wihdatul Wujud (semua yang ada adalah jelmaan Allah), Syirik dengan menyembah kubur dan kesesatan yang lainnya.
Pujian Syaikh ‘Utsaimin di atas pasti karena beliau belum mengetahui keadaan mereka yang sebenarnya. Seandainya beliau mengetahui (niscaya) beliau akan merendahkan dengan kesesatan mereka dan memperingatkan umat dengan peringatan yang paling keras. Dan beliau pasti akan menempuh jalan yang telah ditempuh oleh dua Syaikh beliau, yaitu syaikh Muhammad bin Ibrahim dan Imam Syaikh Bin Baz. Sebagaimana yang dilakukan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albany, Syaikh Abdurrazaq ‘Afify, Syaikh Shaleh Bin Fauzan Al-fauzan, Syaikh Hamud At- Tuwaijiry, Syaikh Taqiyudin Al-Hilaly, Syaikh Sa’d Al-Husain, Syaikh Syaifurrahman dan Syaikh Muhammad Aslam.
Para masyayikh di atas memiliki beberapa karangan yang agung yang menjelaskan tentang kesesatan Jama’ah Tabligh dan bahayanya ajaran mereka baik dari sisi aqidah atau manhaj. Silakan penuntut kebenaran merujuk kepada kitab-kitab tersebut.
Sungguh telah rujuk (kembali kepada kebenaran ) Abdurrahman Al-Mushry dari buku-bukunya yang mengandung pujian atas Jama’ah Tabligh, dan dia mengakui kesalahannya di sisiku.
Adapun Yusuf Al-Mulahy yang telah bergabung beersama Jama’ah Tabligh selama bertahun-tahun lamanya, kemudian menulis buku yang menjelaskan kesesatan dan rusaknya aqidah mereka. Namun sangat disesalkan, dia berbalik dari kebenaran. (Akhirnya) diapun menulis kitab terakhir yang menceritakan tentang kebaikan mereka, sedang bukunya yang pertama dia biarkan saja.
Namun tulisan para ‘ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah tentang manhaj Jama’ah Tabligh telah melumatkan kebatilannya. Terlebih lagi sebuah kaidah yang agung mengatakan bahwa,
“Celaan lebih didahulukan dari pujian”
Kaidah ini membatalkan setiap pujian dari siapapun yan memuji Jama’ah Tabligh, seandainya Tablighiyun (pengikut Jama’ah Tabligh) komitmen dalam memegang kaidah-kaidah islamiyah yang benar, (maka mereka) akan menempuh jalannya ahlul ilmi dan jalannya orang-orang yang memberi nasihat kepada Islam dan muslimin.
Ditulis oleh: Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali
Pada 29 /Muharam / 1421 H
(Fatwa Syaikh Dr. Rabi Bin Hadi Al Madkhali, Edisi Indonesia Fatwa Ulama Seputar Jama’ah Tabligh, Penerjemah Abu Bakar, Penerbit Al Haura)
Fatwa Terakhir Syeikh Abdul Aziz Bin Baz : Tahdzir (Peringatan) atas Jama’ah Tabligh
Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah Bin Baz telah ditanya tentang Jamaah Tabligh, si penanya berkata : “Wahai samahatu Syeikh, kami mendengar tentang Jamaah Tabligh dan dakwah yang mereka lakukan. Apakah Syeikh menasehatiku untuk bergabung dengan jamaah ini? Saya mohon diberi bimbingan dan nasehat, semoga Allah melipatgandakan pahala syeikh”.
Maka Syeikh menjawab dengan mengatakan : Setiap orang yang berdakwah kepada Allah maka ia adalah mubaligh, (balighu ‘anni walau ayah) artiya “sampaikanlah dariku walau satu ayat”. Akan tetapi Jamaah Tabligh yang terkenal, yang berasal dari india ini, mereka memiliki khurafat-khurafat, mereka memiliki sebagian bid’ah-bid’ah dan perbuatan syirik, maka tidak boleh keluar (berpergian) bersama mereka, kecuali seorang yang memiliki ilmu, ia keluar untuk mengingkari perbuatan mereka, dan mengajar mereka. Adapun jikalau ia keluar untuk mengikuti mereka, maka jangan (jangan keluar bersama mereka-pent). Karena mereka memiliki khurafat-khurafat, mereka memiliki kesalahan dan kekurangan dalam ilmu, akan tetapi jika ada jamaah dakwah selain mereka dari kalangan ahli ilmu dan ahli pemahaman, maka (tidak mengapa-pent) ia keluar bersama mereka untuk berdakwah kepada Allah. Atau seseorang yang memiliki ilmu, dan pemahaman, maka ia keluar bersama mereka untuk memahamkan mereka, mengingkari (kesalahan) mereka, dan membimbing mereka kepada jalan yang baik, serta mengajar mereka, sehingga mereka meninggalkan mazhab (ajaran) yang batil, dan memegang mazhab ahli sunnah wal jamaah.”
Maka hendaklah jamaah tabligh dan siapa yang simpati kepada mereka mengambil faidah dari fatwa ini yang menjelaskan kondisi mereka sebenarnya, akidah mereka, manhaj mereka dan karangan-karangan pemimpin mereka yang mereka ikuti. (Fatwa samahatus Syeikh Abdul Aziz Bin Baz ala Jamaatu Tabligh, fatwa ini dikeluarkan di Taif kira-kira dua tahun sebelum beliau wafat, dan didalamnya terdapat bantahan terhadap kekeliruan Jamaah Tabligh terhadap perkataan yang lama yang bersumber dari Syeikh, sebelum jelas baginya akan hakikat kondisi dan manhaj mereka).
Jamaah Tabligh dan Ikhwanul Muslimin tergolong dari 72 golongan (firqah sesat).
Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah Bin Baz telah ditanya : “Semoga Allah berbuat baik kepada Anda, hadits Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam, tentang berpecahnya umat-umat (yakni) sabda beliau : “Umatku akan terpecah menjadi 73 golongan kecuali satu”. Apakah Jamaah Tabligh dengan kondisi mereka yang memiliki beberapa kesyirikan dan bid’ah, dan Jamaah Ikhwan Muslimin dengan kondisi mereka yang memiliki sifat hizbiyah (berkelompok), dan menentang penguasa, serta tidak mau tanduk dan patuh, apakah dua golongan ini masuk ? (ke dalam hadits tadi,red).
Maka Syeikh menjawab : “Dia masuk dalam 72 dolongan ini (golongan sesat, red), barangsiapa yang menyelisihi akidah ahli sunnah maka ia telah masuk kepada 72 golongan. Maksud dari sabda beliau (umatku) adalah umat ijabah artinya mereka yang menerima dan menampakkan keikutan mereka kepada beliau, tujuh puluh tiga golongan, yang lolos dan selamat adalah yang mengikuti beliau dan konsekwan dalam agamanya. Dan tujuh puluh dua golongan, di antara mereka ada bermacam-macam, ada yang kafir, ada yang bermaksiat dan ada yang berbuat bid’ah.”
Lalu si penanya berkata : “Maksudnya kedua golongan ini (Jamaah Tabligh dan Ikhwan) termasuk dari tujuh puluh dua ? Syeikh menjawab : “Ya. Termasuk dari tujuh puluh dua, begitu juga Murjiah dan lainnya, Murjiah dan Khawarij. Oleh sebagain ahli ilmu memandang Khawarij tergolong dari orang kafir yang keluar dari Islam, akan tetapi ia termasuk dari keumuman tujuhpuluh dua itu. (Direkam dalam pelajaran syaikh Bin Baz, Syarh al Muntaqa di kota Thaif, sebelum beliau wafat kira-kira dua tahun atau kurang).
Hukum Khuruj (Keluar) Bersama Jamaah Tabligh.
Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah Bin Baz telah ditanya :
“Saya telah keluar bersama Jamaah Tabligh ke India dan Pakistan, kami berkumpul dan shalat di mesjid-mesjid yang di dalamnya terdapat kuburan, dan saya mendengar bahwa shalat di mesjid yang di dalamnya terdapat kuburan, maka shalatnya batal (tidak sah), apakah pendapat Syeikh tentang shalat saya, apakah saya mengulanginya, dan apa hukum khuruj (keluar) bersama mereka kepada tempat-tempat seperti ini?
Jawab :
“Bismillah walhamdulillah, amma ba’du : Sesungguhnya Jamaah Tabligh, mereka tidak mempunyai ilmu dan pemahaman dalam masalah-masalah akidah, maka tidak boleh keluar (khuruj) bersama mereka, kecuali bagi orang yang memiliki ilmu dan pemahaman tentang akidah yang benar yang dipegang teguh oleh ahli sunnah wal jamaah, sehingga ia membimbing, dan menasehati mereka, serta bekerja sama dengan mereka dalam kebaikan, karena mereka gesit dalam beramal, akan tetapi mereka butuh penamahan ilmu dan butuh kepada orang yang akan memahamkan mereka dari kalangan ulama-ulama tauhid dan sunnah. Semoga Allah menganugerahkan kepada semua akan pemahaman dalam agama dan konsekwen di atasnya. Adapun shalat di dalam mesjid-mesjid yang di dalamnya ada kuburan, maka shalatnya tidak sah, dan kamu wajib mengulangi shalat yang kamu kerjakan di mesjid-mesjid itu, karena Nabi bersabda :
áóÚóäó Çááåõ ÇáúíóåõæúÏó æóÇáäøóÕÇóÑóì ÇÊøóÎóÐõæÇ ÞõÈõæúÑó ÃóäúÈöíÇóÆöåöãú ãóÓúÌöÏðÇ
“Allah telah melaknat Yahudi dan Narani yang mereka menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai mesjid”. (Muttafaqun ‘alaihi).
Dan sabda Beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam :
ÃóáÇó æóÅöäøó ãóäú ßÇóäó ÞóÈúáóßõãú ßóÇäõæÇ íóÊøóÎöÐõæúäó ÞõÈõæúÑó ÃóäúÈöíÇóÆöåöãú æóÕóÇáöÍöíúåöãú ãóÓÇóÌöÏó ÃóáÇó æóáÇó ÊóÊøóÎöÐõæÇ ÇáúÞõÈõæúÑó ãóÓÇóÌöÏó Åöäøöí ÃóäúåÇóßõãú Úóäú Ðóáößó
“Ingatlah sesungguhnya orang sebelum kalian, mereka menjadikan kuburan nabi-nabi dan orang-orang shaleh mereka sebagai mesjid, ingatlah, maka janganlah kalian menjadikan kuburan-kuburan sebagai mesjid, sesungguhnya saya melarang kalian akan itu”. (H.R. Muslim). Dan hadits-hadits pada hal ini sangatlah banyak, wa billahi taufiq, semoga Allah menanugerakan salawat dan salam atas nabi kita Muhammad dan atas keluarganya serta sahabatnya. (Fatwa dikeluarkan tanggal 2/11/1414 H)
Perkataan Syaikh Abdul Aziz Bin Baz : “Maka tidak boleh khuruj (keluar) bersama mereka, kecuali orang yang mempunyai ilmu dan pemahaman tentang akidah yang shahih yang dipegang teguh oleh Ahli Sunnah wal Jamaah, sehingga ia bisa membimbing dan menasehati mereka serta bekerja sama dengan mereka untuk melakukan kebajikan.”
Penyusun mengatakan : “Semoga Allah merahmati Syeikh, kalaulah mereka itu mau menerima nasehat, dan bimbingan dari ahli ilmu, tentulah tidak ada halangan untuk keluar (khuruj) bersama mereka, akan tetapi realita yang membuktikan bahwasanya mereka tidak mau menerima nasehat dan tidak mau meninggalkan kebatilan mereka. Disebabkan ta’asub (fanatik) dan sikap menuruti hawan nafsu mereka yang bersangatan. Kalaulah mereka menerima nasehat-nasehat para ulama, niscaya mereka telah meninggalkan manhaj mereka yang batil dan pastilah mereka telah menempuh jalan ahli tauhid dan sunnah. Jika seandainya permasalahannya seperti itu, maka tidaklah boleh khuruj (keluar) bersama mereka, sebagaimana sikap itu merupakan sikap manhaj salafusholeh yang berpengang kepada kitab dan sunnah dalam mentahdzir (memperingatkan) dari ahli bid’ah dan dari bergaul serta bermajlis dengan mereka, karena hal itu adalah menambah banyaknya keanggotaan mereka, dan membantu dan memperkuat bersebarnya kesesatan mereka, dan hal itu adalah pengkhianatan terhadap agama Islam dan kaum muslimin, terpedaya oleh mereka dan kerja sama dalam melakukan dosa dan melampaui batas. Apalagi mereka itu melakukan bai’at berdasarkan atas 4 macam tarikat (ajaran) sufi yang di dalamnya terdapat keyakinan hululiyah (Allah menepati makhluk) dan wahdatul wujud (Allah dan makhluk satu) serta syirik dan bid’ah.”
Fatwa Lajnah Daimah (Lembaga Tetap) tentang Jamaah Tabligh. No fatwa : 17776, tertanggal : 18/3/1416 H.
Seorang penanya (Muhammad Kahlid Al Habsi) bertanya setelah ia mengemukakan pertanyaan pertama, sebagai berikut : Pertanyaan Kedua :
“Saya pernah membaca beberapa fatwa Syeikh (Ibnu Baz). Dan Syeikh mendorong / mengajak pelajar (penuntut ilmu) untuk keluar (khuruj) bersama Jamaah Tabligh, dan alhamdulillah kami telah khuruj bersama mereka, dan kami memetik faidah yang banyak, akan tetapi, wahai Syeikh yang mulia, saya melihat sebagian amalan (yang dikerjakan-pent) tidak ada tercantum di dalam Kitabullah dan sunnah rasul-Nya seperti :
1. Membuat lingkaran di dalam mesjid pada setiap dua orang atau lebih, lalu mereka saling mengingat sepuluh surat terakhir dari Al Quran, dan konsisten dalam menjalankan amalan ini dengan cara seperti ini pada setiap kali kami khuruj (keluar).
2. Ber’itikaf pada seriap hari Kamis dalam bentuk terus menerus.
3. Membatasi hari untuk khuruj, yaitu tiga hari dalam satu bulan, empat puluh hari setiap tahun dan empat bulan seumur hidup.
4. Selalu doa berjamaah setiap setelah bayan (pelajaran).
Bagaimanakah wahai syeikh yang mulia, jika seandainya saya keluar bersama jamaah ini, dan saya melakukan amalan-amalan dan perbuatan ini yang tidak pernah terdapat di dalam kitabullah dan sunnah rasul, ketahuilah wahai syeikh yang mulia, sesungguhnya merupakan hal yang sangat sukar sekali untuk merobah metode (manhaj) ini. Beginilah cara dan metode mereka seperti yang diterangkan di atas.
Jawab :
“Apa yang telah anda sebutkan dari perbuatan jamaah ini (Jamaah Tabligh) seluruhnya adalah bid’ah, maka tidak boleh ikut serta sama mereka, sampai mereka berpegang teguh dengan manhaj kitab dan sunnah serta meninggalkan bid’ah-bid’ah.”
Tertanda : Ketua Lajnah : Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz.
Anggota : Abdul Aziz bin Abdullah Ali Syeikh.
Anggota : Sholeh bin Fauzan Al Fauzan.
Anggota : Bakr bin Abdullah Abu Zaid.
Fatwa Syeikh ‘Alaamah Muhammad bin Ibrahim Ali Syeikh : Tahdzir (peringatan) dari jamaah Tabligh.
“Dari Muhammad bin Ibrahim ke hadapan pangeran Khalid bin Su’ud, pimpinan kantor kerajaan yang terhormat, Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh dan selanjutnya : Sungguh saya telah menerima surat Pangeran (No 36/4/5-d, tertanggal 21/1/1382 H) beserta lampirannya, hal itu adalah harapan yang diangkat kepada hadapan dipetuan agung Raja yang terhotmat, dari Muhammad Abdul Majid Al Qadiri, Syah Ahmad Nurani, Abdus Salam Al Qadiri dan Su’ud Ahmad Ad Dahlawi, sekitar permohonan mereka minta bantuan untuk proyek organisasi mereka yang mereka namakan (Kuliah Da’wah Tabligh Al Islamiyah) dan begitu juga buku-buku kecil yang dilampirkan bersama surat mereka. Saya mengemukakan kepada hadapan Pangeran, bahwasanya organisasi ini tidak ada kebaikan di dalamnya, karena sesungguhnya ia adalah organisasi bid’ah dan sesat. Dan dengan membaca buku-buku kecil yang dilampirkan dengan surat mereka, maka kami telah menemukan buku-buku itu mengandung kesesatan, bid’ah dan dakwah (ajakan) kepada mengibadati kubur dan syirik. Hal itu adalah perkara yang tidak mungkin didiamkan. Oleh karena itu kami insya Allah akan membalas surat mereka dengan apa yang mungkin menyingkap kesesatan mereka dan membantah kebatilan mereka. Dan kita mohon kepada Allah semoga Dia menolong agama-Nya, dan mengangkat kalimat-Nya, wassalamu’alikum warahmatullah”. [S-M-405 pada tanggal 29/1/1382H]. (Rujukan kitab Al Qaulul Baligh fit Tahdzir Min Jamaatit Tabligh, oleh syeikh Hamud At Tuwaijiri halaman : 289).
Fatwa syeikh Alaamah Muhammad Nasuruddin Al Albani tentang Jamaah Tabligh. Beliau pernah ditanya :
“Apakah pendapat Syekh tentang Jamaah Tabligh, apakah boleh bagi pelajar (penuntut ilmu) atau lainnya untuk khuruj (keluar) bersama mereka dengan dalih berdakwah kepada Allah ?
Maka beliau menjawab :
Jamaah Tabligh tidak berdiri (berdasarkan) atas manhaj kitabullah dan sunnah rasul-Nya ‘alaihi salawat wa salam, dan apa yang dipegang oleh salafuu sholeh. Kalau seandainya perkaranya seperti itu, maka tidaklah boleh khuruj bersama mereka, karena hal itu bertentangan dengan manhaj kita dalam menyampaikan manhaj salafus sholeh. Maka dalam medan dakwah kepada Allah, yang keluar itu adalah orang yang berilmu, adapun orang-orang yang keluar bersama mereka, yang wajib mereka lakukan adalah untuk tetap tinggal di negeri mereka dan memperlajari ilmu di mesjid-mesjid mereka, sampai-sampai mesjid-mesjid itu mengeluarkan ulama yang melaksanakan tugas dalam dakwah kepada Allah. Dan selama kenyataanya masih seperti itu, maka wajiblah atas penuntut ilmu (pelajar) untuk mendakwahi mereka-mereka itu (Jamaah Tabligh-pent) di dalam rumah mereka sendiri, agar mempelajari kitab dan sunnah dan mengajak manusia kepadanya. Sedang mereka -yakni Jamaah Tabligh- tidak menjadikan dakwah kepada kitab dan sunnah sebagai dasar umum, akan tetapi mereka mengatagorikan dakwah ini sebagai pemecah. Oleh karena itu, maka mereka itu lebih cocok seperti Jamaah Ikhwan Muslimin.
Mereka mengatakan bahwa dakwah kami berdiri atas kitab dan sunnah, akan tetapi ini hanya semata-mata ucapan, sedangkan mereka tidak ada akidah yang menyatukan mereka, yang ini Maturidi dan yang itu Asy’ari, yang ini sufi dan yang itu tidak punya mazhab. Itu, karena dakwah mereka berdiri atas dasar : bersatu, berkumpul, kemudian pengetahuan. Pada hakikatnya mereka tidak mempunyai pengetahuan sama sekali, sungguh telah berjalan bersama mereka waktu lebih dari setengah abad, tidak pernah seorang alim pun yang lahir di tengah-tengah mereka. Adapun kita, maka kita mengatakan : Berpengetahuan (dulu), kemudian berkumpul, sehingga perkumpulan itu berada di atas pondasi yang tidak ada perbedaan di dalamnya. Dakwah Jamaah Tabligh adalah sufi moderen, yang mengajak kepada akhlak. Adapun memperbaiki akidah masyarakat, maka mereka itu tidak bergeming, karena dakwah ini (memperbaiki akidah) -sesuai dengan prasangka mereka- memecah belah.
Dan sungguh telah terjadi koresponden antara akh Sa’ad Al Hushain dan pemimpin Jamaah Tabligh di India atau Pakistan, maka jelaslah darinya bahwa sesungguhnya mereka itu menyetujui tawasul, dan istighatsah dan banyak hal-hal lain yang sejenis ini. Dan mereka meminta kepada anggota mereka untuk membai’at di atas emapat macam terikat (ajaran), diantaranya adalah : An Naqsyabandiyah, maka setiap orang tabligh seyogyanya untuk membai’at di atas dasar ini.
Dan mungkin seorang akan bertanya : Sesungguhnya Jamaah ini, disebabkan usaha anggota-anggotnya telah kembali (insaf dan sadar) kebanyakan manusia kepada Allah, bahkan mungkin melalui tangan-tangan mereka kebanyakan orang non muslim telah masuk Islam. Apakah ini sudah cukup sebagai dalih bolehnya untuk keluar dan bergabung bersama mereka pada apa yang mereka dakwahkan? Maka kita katakan : “Sesungguhnya ucapan-ucapan ini sering kami ketahui dan kami dengar dan kami dengar (juga) dari orang-orang sufi!!. Ini bagaikan : Ada seorang syeikh akidahnya rusak, dan tidak pernah mengetahui sedikitpun tentang sunnah, bahkan ia memakan harta orang dengan cara batil (tidak sah)…. Disamping itu banyak orang yang fasik (yang berdosa) bertaubat lewat tangannya….! Maka setiap jamaah yang mengajak kepada kebajikan pasti mempunyai pengikut, akan tetapi kita harus melihat kepada intisari permasalahan, kepada apakah yang mereka mengajak / berdakwah? Apakah kepada mengikuti kitabullah dan hadits Rasul, kepada akidah salafus sholeh, tidak ta’ashub (fanatik) mazhab, dan mengikuti sunnah, dimanapun dan sama siapapun? Maka Jamaah Tabligh, mereka tidak memiliki manhaj ilmu, akan tetapi manhaj mereka sesuai dengan tempat dimana mereka berada, mereka berubah warna dengan setiap warna.
(Rujuklah Fatwa Imaratiyah, karangan Al Albani soal no : 73 hal : 38).
Tulisan kelima dari lima tulisan (tulisan terakhir).
Fatwa Syeikh Alaamah Abdur Razzaq ‘Afifi Tentang Jamaah Tabligh.
Syeikh ditanya tentang khuruj Jamaah Tabligh dalam rangka mengingatkan manusia kepada keagungan Allah. Maka Syeikh berkata : “Pada kenyataannya, sesungguhnya mereka adalah mubtadi’ (orang yang membuat bid’ah) yang mutar balikkan serta pelaku terikat (ajaran) Qadariyah dan lainnya. Khuruj mereka bukanlah di jalan Allah, akan tetapi di jalan Ilyas (Muhammad Ilyas, pendiri Jamaah Tabligh-pent), mereka tidak mengajak kepada kitab dan sunnah, akan tetapi mengajak kepada Ilyas Syeikh mereka di Bangladesh. Adapun khuruj dengan tujuan dakwah kepada Allah, itulah khuruj di jalan Allah, dan ini bukan khurujnya Jamaah Tabligh. Saya mengetahui Jamaah Tabligh sejak zaman dahulu, mereka itu adalah pembuat bid’ah di manapun mereka berada, di Mesir, di Israil, di Amerika, di Saudi, semua mereka selalu terikat dengan syeikh mereka yaitu Ilyas”.
(Fatawa dan Rasail oleh samahatu syeikh Abdur Razzaq ‘Afifi juz 1/174).
Fatwa Syeikh Sholeh bin Fauzan Al-Fauzan Syeikh Sholeh bin Fauzan Al-Fauzan telah ditanya :
“Apakah pendapat syeikh tentang orang yang keluar (khuruj) ke luar Kerajaan Saudi untuk berdakwah, sedangkan mereka belum pernah menuntut ilmu sama sekali, dan mereka memberikan motivasi untuk itu, dan mereka elu-elukan syi’ar yang aneh, dan mendakwakan sesungguhnya siapa yang keluar di jalan Allah untuk berdakwah, maka Allah akan memberinya ilham. Mendakwakan sesungguhnya ilmu itu bukanlah syarat yang penting. Tentu Syeikh mengetahui bahwa di luar kerajaan Saudi ini akan ditemukan aliran-aliran dan agama-agama serta pertanyaan-pertanyaan yang akan dilontarkan kepada si dai. Tidakkah Anda melihat wahai Syeikh yang mulia, sesungguhnya orang yang keluar di jalan Allah itu harus mempunyai senjata agar bisa menghadapi masyarakat, terkhusus di timur Asia, dimana mereka memerangi / membenci pembaharu dakwah Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab? Saya mohon jawaban atas pertanyaan saya ini agar manfaatnya menyebar.”
Jawab :
Khuruj (keluar) di jalan Allah, bukanlah khuruj yang mereka maksudkan sekarang. Khuruj (keluar) di jalan Allah adalah keluar untuk berperang. Adapun apa yang mereka namakan dengan khuruj itu, sesungguhnya ini adalah bid’ah yang tidak pernah datang dari salaf. Seorang keluar untuk berdakwah kepada Allah, tidaklah dibatasi pada hari-hari tertentu, akan tetapi berdakwah kepada Allah sesuai dengan kesempatan dan kemampuannya, tanpa harus terikat dengan jamaah atau terikat dengan empat puluh hari atau kurang atau lebih. Dan begitu juga, di antara yang wajib atas seorang dai, ia haruslah mempunyai ilmu, seseorang tidak boleh berdakwah kepada Allah sedangkan ia bodoh (tidak berilmu), Allah berfirman : Artinya : “Inilah jalanku, yang aku mengajak kepada Allah di atas pengetahuan” Yaitu atas ilmu, karena seorang dai mesti mengetahui apa yang akan didakwahinya, berupa hukum-hukum yang wajib, yang sunat, yang haram dan yang makruh. Dia harus mengetahui apa itu syirik, maksiat, kekufuran, kefasikan, kemaksiatan. Dan harus mengetahui tingkat-tingkat pengingkaran, dan bagaimana cara mengingkari.
Khuruj yang menyebabkan disibukan dari menuntut ilmu adalah perkara yang batil (salah), karena menuntut ilmu itu adalah fardu (kewajiban), dan ilmu itu tidak bisa didapatkan kecuali dengan cara belajar, tidak akan didapatkan dengan cara ilham, ini merupakan khurafat sufi yang sesat, karena amal tanpa ilmu adalah kesesatan. Dan tentu meraih ilmu tanpa belajar adalah angan-angan yang salah.

(Dari kitab Tsalatsu Muhadharat fil Ilmi Wad Da’wah)

(Dikutip dari terjemah Fatwa Syaikh Dr. Rabi Bin Hadi Al Madkhali, Edisi Indonesia Fatwa Ulama Seputar Jama’ah Tabligh, Penerjemah Abu Bakar, Penerbit Al Haura, terjemah Tsalatsu Muhadharat fil Ilmi Wad Da’wah)
- 0 komentar

Hukum Menghormati bendera bagi Seorang Tentara

Tanya : Mohon pencerahan untuk saya tentang hukum orang yang berdinas di kemiliteran Mesir padahal ini adalah sumber pencahariannya. Peraturan kemiliteran dan Undang-undang mewajibkan baginya agar sebagian mereka menghormati sebagian yang lain sebagaimana yang dilakukan oleh orang–orang di negara lain. Kami harus memberikan penghormatan dengan cara yang tidak pernah diperintahkan oleh Allah

Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya, menghormati bendera negara serta berhukum dan memberikan vonis hukuman terhadap perkara diantara kami dengan selain syari”at Allah Subhanahu wa Ta’ala, yakni undang-undang kemiliteran ?

Jawab :

Tidak boleh menghormati bendera dan wajib berhukum kepada syari’at Islam dan menyerahkan putusan kepadanya juga, tidak boleh seorang muslim memberi hormat kepada para pimpinan atau kepala seperti halnya yang dilakukan oleh orang-orang di negara lain, karena terdapat hadits yang melarang untuk menyerupai mereka. Juga, karena hal itu merupakan bentuk berlebih-lebihan (ghuluw) dalam menghormati mereka. Wa shallallahu ’ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa sallam.

(Kumpulan Fatwa al Lajnah ad Daimah li al Buhuts al ‘Ilmiyyah wa al Ifta, Lembaga tetap pengkajian ilmiah dan riset fatwa, halaman 149. Dikumpulkan dalam Al Fatawa Asy Syari’iyyah fi Al Masa’il Al ‘Ashriyyah min Fatawa Ulama’ Al Balad Al Haram oleh Khalid Al Juraisiy).
- 0 komentar

Hukum menyanyikan lagu kebangsaan dan hormat bendera Versi Wahabi

Apakah boleh berdiri untuk lagu kebangsaan dan hormat kepada bendera ?

Tidak boleh bagi seorang muslim berdiri untuk memberi hormat kepada bendera dan lagu kebangsaan. Ini termasuk perbuatan bid’ah yang harus diingkari dan tidak pernah dilakukan pada masa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam ataupun pada masa al-Khulafa’ ar-Rasyidun Radiyallahu ‘anhum.

Sikap ini juga bertentangan dengan tauhid yang wajib sempurna dan keikhlasan didalam mengagungkan hanya kepada Allah semata serta merupakan sarana menuju kesyirikan .

Di samping itu, ia juga merupakan bentuk penyerupaan terhadap orang-orang kafir, mentaklid (mengikuti) tradisi mereka yang jelek serta menyamai mereka dalam sikap berlebihan terhadap para pemimpin dan protokoler-protokoler resmi. Padahal, Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita berlaku sama seperti mereka atau menyerupai mereka. Wa billahi at-Taufiq, wa shallaallhu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa ‘alihi wa shahbihi wa sallam.

(Kumpulan fatwa al Lajnah ad Daimah li al Buhuts al ‘Ilmiyyah wa al Ifta, Lembaga tetap pengkajian ilmiah dan riset fatwa Saudi Arabia, halaman 149. Dikumpulkan dalam Al Fatawa Asy Syari’iyyah fi Al Masa’il Al ‘Ashriyyah min Fatawa Ulama’ Al Balad Al Haram oleh Khalid Al Juraisiy).
- 2 komentar

Fatwa Nyeleneh Wahabi: Haram Demo Anti Israel



allahidan2

Lagi, fatwa heboh ulama wahabi atau salafy, disaat manusia yang punya nurani dan rasa kemanusiaan baik dibelahan dunia Islam maupun Barat menangis dan prihatin atas tragedi kemanusian di Gaza, serta memprotes tindakan biadab Israel yang membantai penduduk sipil Palestina dari anak-anak sampai orang dewasa, tau-tau seorang ulama Wahabi asal Saudi Arabia “Syekh Saleh al-lahidan” -lihat foto diatas- (Ketua Majlis Tinggi Urusan Hukum – رئيس المجلس الأعلى للقضاء ) mengeluarkan fatwa aneh, yakni haram demo dukung Palestina dan anti Israel  serta menentang kebiadabannya di Gaza.

Al-Lahidan dalam fatwanya mengatakan bahwa demo menentang kebiadaban Israel dan unjuk rasa membela bangsa Palestina yang tertindas adalah bentuk perbuatan anarkis, merusak di bumi Allah (fasad), tidak ada kebaikannya dan perbuatan yang melalaikan manusia dari mengingat Allah SWT.  oleh karenanya DIHARAMKAN sama-sekali.
Sebelumnya ulama wahabi “Syekh Muqbil bin Hadi” juga pernah berfatwa bahwa gerakan perlawanan Islam “HAMAS” adalah gerakan jihad yang menyimpang. fatwa ini ditarjamah dan didokumentasi disitus “salafy.or.id” (baca fatwanya disini)
___________________
Berita Diatas di Sadur dari situs Islam Online

صالح اللحيدان: المظاهرات “فساد في الأرض”

ياسر باعامر

جدة- وصف رئيس المجلس الأعلى للقضاء في السعودية الشيخ صالح اللحيدان المظاهرات التي تقوم بها الجماهير في العديد من الدول العربية؛ تنديدا بالعدوان الإسرائيلي على قطاع غزة، بـ”الفساد في الأرض”، مبررا رؤيته بأن المظاهرات “تصد عن ذكر الله، حتى وإن لم يحصل فيها تخريب”.

وخلال محاضرة ألقاها بعنوان “أثر العقيدة في محاربة الإرهاب والانحراف الفكري” قال الشيخ اللحيدان إن أول مظاهرة شهدها الإسلام في عهد الصحابي الجليل عثمان بن عفان “كانت شرا وبلاء على الأمة الإسلامية”، ووصف تعبير الجماهير عن مواقفها عبر التظاهر بأنه “استنكار غوغائي، إذ إن علماء النفس وصفوا جمهور المظاهرات بمن لا عقل له”.

في ضوء ذلك، اعتبر أن المظاهرات التي شهدها الشارع العربي ضد غارات إسرائيل على غزة من قبيل “الفساد في الأرض، وليست من الصلاح والإصلاح”، بحسب ما نقلت عنه صحيفة “الحياة” اللندنية في عدد اليوم السبت.

وبرر رؤيته بالقول إن المظاهرات حتى إذا لم تشهد أعمالا تخريبية “فهي تصد الناس عن ذكر الله، وربما اضطروا إلى أن يحصل منهم عمل تخريبي لم يقصدوه”، وأضاف متعجبا: “متى كانت المظاهرات والتجمعات تصلح؟!”.

وتابع استهجانه للمظاهرات بالقول إن: “المظاهرات مسألة فوضى، فهم يخربون ما يمرون عليه من المتاجر، ويرون أن هذا غضب منهم على العدوان، وهذا مما ينمي العدوان بينهم”.

من جهة أخرى، شدد رئيس مجلس القضاء الأعلى في السعودية على أهمية الدعاء للفلسطينيين والقنوت في المساجد.

وأوضح الشيخ اللحيدان أن الأمة الإسلامية تمر الآن بـ”محنة كبيرة وعدوان بلا حياء وبوحشية وهمجية، وسكوت من بعض القادرين على المنع”، معتبرا ذلك نوعا “من التعاون على الإثم والعدوان، مع عجز متناه من الأمة الإســلامية من حيــث العمل، فالأمة الإسلامية تعرف نفسها”.

ويعد الشيخ صالح بن محمد اللحيدان أكثر أعضاء هيئة كبار العلماء (المؤسسة الدينية الرسمية) نفوذا، إلى جانب كونه رئيسا لمجلس القضاء الأعلى.

وكان الشيخ قد أفتى في سبتمبر الماضي بجواز قتل ملاك الفضائيات الذين يبثون مواد خليعة عبر أحكام القضاء، إلا أنه وبعد انتقادات كبيرة لفتواه عاد وأوضح أنه يستدعي نصح ملاك الفضائيات، وإذا لم يرتعدوا فيجب محاكمتهم وإصدار أحكام رادعة بحقهم من جانب ولي الأمر، ولا يعني ذلك الدعوة إلى قتلهم عدوانا.

وطالب في ضوء هذه الفتوى بعض المفكرين الليبراليين السعوديين مثل الدكتور تركي الحمد بإقالة الشيخ اللحيدان من منصبه

 

Sumber: http://bondett.wordpress.com/2009/01/30/ulama-wahabi-berfatwa-haram-demo-anti-israel-dan-dukung-palestina/#more-221

- 0 komentar

Ulama Wahabi Berfatwa: Haram Demo Anti Israel



allahidan2

Lagi, fatwa heboh ulama wahabi atau salafy, disaat manusia yang punya nurani dan rasa kemanusiaan baik dibelahan dunia Islam maupun Barat menangis dan prihatin atas tragedi kemanusian di Gaza, serta memprotes tindakan biadab Israel yang membantai penduduk sipil Palestina dari anak-anak sampai orang dewasa, tau-tau seorang ulama Wahabi asal Saudi Arabia “Syekh Saleh al-lahidan” -lihat foto diatas- (Ketua Majlis Tinggi Urusan Hukum – رئيس المجلس الأعلى للقضاء ) mengeluarkan fatwa aneh, yakni haram demo dukung Palestina dan anti Israel  serta menentang kebiadabannya di Gaza.

Al-Lahidan dalam fatwanya mengatakan bahwa demo menentang kebiadaban Israel dan unjuk rasa membela bangsa Palestina yang tertindas adalah bentuk perbuatan anarkis, merusak di bumi Allah (fasad), tidak ada kebaikannya dan perbuatan yang melalaikan manusia dari mengingat Allah SWT.  oleh karenanya DIHARAMKAN sama-sekali.
Sebelumnya ulama wahabi “Syekh Muqbil bin Hadi” juga pernah berfatwa bahwa gerakan perlawanan Islam “HAMAS” adalah gerakan jihad yang menyimpang. fatwa ini ditarjamah dan didokumentasi disitus “salafy.or.id” (baca fatwanya disini)
___________________
Berita Diatas di Sadur dari situs Islam Online

صالح اللحيدان: المظاهرات “فساد في الأرض”

ياسر باعامر

جدة- وصف رئيس المجلس الأعلى للقضاء في السعودية الشيخ صالح اللحيدان المظاهرات التي تقوم بها الجماهير في العديد من الدول العربية؛ تنديدا بالعدوان الإسرائيلي على قطاع غزة، بـ”الفساد في الأرض”، مبررا رؤيته بأن المظاهرات “تصد عن ذكر الله، حتى وإن لم يحصل فيها تخريب”.

وخلال محاضرة ألقاها بعنوان “أثر العقيدة في محاربة الإرهاب والانحراف الفكري” قال الشيخ اللحيدان إن أول مظاهرة شهدها الإسلام في عهد الصحابي الجليل عثمان بن عفان “كانت شرا وبلاء على الأمة الإسلامية”، ووصف تعبير الجماهير عن مواقفها عبر التظاهر بأنه “استنكار غوغائي، إذ إن علماء النفس وصفوا جمهور المظاهرات بمن لا عقل له”.

في ضوء ذلك، اعتبر أن المظاهرات التي شهدها الشارع العربي ضد غارات إسرائيل على غزة من قبيل “الفساد في الأرض، وليست من الصلاح والإصلاح”، بحسب ما نقلت عنه صحيفة “الحياة” اللندنية في عدد اليوم السبت.

وبرر رؤيته بالقول إن المظاهرات حتى إذا لم تشهد أعمالا تخريبية “فهي تصد الناس عن ذكر الله، وربما اضطروا إلى أن يحصل منهم عمل تخريبي لم يقصدوه”، وأضاف متعجبا: “متى كانت المظاهرات والتجمعات تصلح؟!”.

وتابع استهجانه للمظاهرات بالقول إن: “المظاهرات مسألة فوضى، فهم يخربون ما يمرون عليه من المتاجر، ويرون أن هذا غضب منهم على العدوان، وهذا مما ينمي العدوان بينهم”.

من جهة أخرى، شدد رئيس مجلس القضاء الأعلى في السعودية على أهمية الدعاء للفلسطينيين والقنوت في المساجد.

وأوضح الشيخ اللحيدان أن الأمة الإسلامية تمر الآن بـ”محنة كبيرة وعدوان بلا حياء وبوحشية وهمجية، وسكوت من بعض القادرين على المنع”، معتبرا ذلك نوعا “من التعاون على الإثم والعدوان، مع عجز متناه من الأمة الإســلامية من حيــث العمل، فالأمة الإسلامية تعرف نفسها”.

ويعد الشيخ صالح بن محمد اللحيدان أكثر أعضاء هيئة كبار العلماء (المؤسسة الدينية الرسمية) نفوذا، إلى جانب كونه رئيسا لمجلس القضاء الأعلى.

وكان الشيخ قد أفتى في سبتمبر الماضي بجواز قتل ملاك الفضائيات الذين يبثون مواد خليعة عبر أحكام القضاء، إلا أنه وبعد انتقادات كبيرة لفتواه عاد وأوضح أنه يستدعي نصح ملاك الفضائيات، وإذا لم يرتعدوا فيجب محاكمتهم وإصدار أحكام رادعة بحقهم من جانب ولي الأمر، ولا يعني ذلك الدعوة إلى قتلهم عدوانا.

وطالب في ضوء هذه الفتوى بعض المفكرين الليبراليين السعوديين مثل الدكتور تركي الحمد بإقالة الشيخ اللحيدان من منصبه

 

Sumber: http://bondett.wordpress.com/2009/01/30/ulama-wahabi-berfatwa-haram-demo-anti-israel-dan-dukung-palestina/#more-221

- 0 komentar

Ulama Wahabi Berfatwa: Haram Demo Anti Israel



allahidan2

Lagi, fatwa heboh ulama wahabi atau salafy, disaat manusia yang punya nurani dan rasa kemanusiaan baik dibelahan dunia Islam maupun Barat menangis dan prihatin atas tragedi kemanusian di Gaza, serta memprotes tindakan biadab Israel yang membantai penduduk sipil Palestina dari anak-anak sampai orang dewasa, tau-tau seorang ulama Wahabi asal Saudi Arabia “Syekh Saleh al-lahidan” -lihat foto diatas- (Ketua Majlis Tinggi Urusan Hukum – رئيس المجلس الأعلى للقضاء ) mengeluarkan fatwa aneh, yakni haram demo dukung Palestina dan anti Israel  serta menentang kebiadabannya di Gaza.

Al-Lahidan dalam fatwanya mengatakan bahwa demo menentang kebiadaban Israel dan unjuk rasa membela bangsa Palestina yang tertindas adalah bentuk perbuatan anarkis, merusak di bumi Allah (fasad), tidak ada kebaikannya dan perbuatan yang melalaikan manusia dari mengingat Allah SWT.  oleh karenanya DIHARAMKAN sama-sekali.
Sebelumnya ulama wahabi “Syekh Muqbil bin Hadi” juga pernah berfatwa bahwa gerakan perlawanan Islam “HAMAS” adalah gerakan jihad yang menyimpang. fatwa ini ditarjamah dan didokumentasi disitus “salafy.or.id” (baca fatwanya disini)
___________________
Berita Diatas di Sadur dari situs Islam Online

صالح اللحيدان: المظاهرات “فساد في الأرض”

ياسر باعامر

جدة- وصف رئيس المجلس الأعلى للقضاء في السعودية الشيخ صالح اللحيدان المظاهرات التي تقوم بها الجماهير في العديد من الدول العربية؛ تنديدا بالعدوان الإسرائيلي على قطاع غزة، بـ”الفساد في الأرض”، مبررا رؤيته بأن المظاهرات “تصد عن ذكر الله، حتى وإن لم يحصل فيها تخريب”.

وخلال محاضرة ألقاها بعنوان “أثر العقيدة في محاربة الإرهاب والانحراف الفكري” قال الشيخ اللحيدان إن أول مظاهرة شهدها الإسلام في عهد الصحابي الجليل عثمان بن عفان “كانت شرا وبلاء على الأمة الإسلامية”، ووصف تعبير الجماهير عن مواقفها عبر التظاهر بأنه “استنكار غوغائي، إذ إن علماء النفس وصفوا جمهور المظاهرات بمن لا عقل له”.

في ضوء ذلك، اعتبر أن المظاهرات التي شهدها الشارع العربي ضد غارات إسرائيل على غزة من قبيل “الفساد في الأرض، وليست من الصلاح والإصلاح”، بحسب ما نقلت عنه صحيفة “الحياة” اللندنية في عدد اليوم السبت.

وبرر رؤيته بالقول إن المظاهرات حتى إذا لم تشهد أعمالا تخريبية “فهي تصد الناس عن ذكر الله، وربما اضطروا إلى أن يحصل منهم عمل تخريبي لم يقصدوه”، وأضاف متعجبا: “متى كانت المظاهرات والتجمعات تصلح؟!”.

وتابع استهجانه للمظاهرات بالقول إن: “المظاهرات مسألة فوضى، فهم يخربون ما يمرون عليه من المتاجر، ويرون أن هذا غضب منهم على العدوان، وهذا مما ينمي العدوان بينهم”.

من جهة أخرى، شدد رئيس مجلس القضاء الأعلى في السعودية على أهمية الدعاء للفلسطينيين والقنوت في المساجد.

وأوضح الشيخ اللحيدان أن الأمة الإسلامية تمر الآن بـ”محنة كبيرة وعدوان بلا حياء وبوحشية وهمجية، وسكوت من بعض القادرين على المنع”، معتبرا ذلك نوعا “من التعاون على الإثم والعدوان، مع عجز متناه من الأمة الإســلامية من حيــث العمل، فالأمة الإسلامية تعرف نفسها”.

ويعد الشيخ صالح بن محمد اللحيدان أكثر أعضاء هيئة كبار العلماء (المؤسسة الدينية الرسمية) نفوذا، إلى جانب كونه رئيسا لمجلس القضاء الأعلى.

وكان الشيخ قد أفتى في سبتمبر الماضي بجواز قتل ملاك الفضائيات الذين يبثون مواد خليعة عبر أحكام القضاء، إلا أنه وبعد انتقادات كبيرة لفتواه عاد وأوضح أنه يستدعي نصح ملاك الفضائيات، وإذا لم يرتعدوا فيجب محاكمتهم وإصدار أحكام رادعة بحقهم من جانب ولي الأمر، ولا يعني ذلك الدعوة إلى قتلهم عدوانا.

وطالب في ضوء هذه الفتوى بعض المفكرين الليبراليين السعوديين مثل الدكتور تركي الحمد بإقالة الشيخ اللحيدان من منصبه

 

Sumber: http://bondett.wordpress.com/2009/01/30/ulama-wahabi-berfatwa-haram-demo-anti-israel-dan-dukung-palestina/#more-221

- 0 komentar

Al-Bany (Wahaby) : Muhadits tanpa Sanad

Kitab : al-Takrif Bi Auhami Man Qassama al-Sunan Ila Sahih Wa Dhaif Karangan Allamah Syeikh Mahmud Said Mamduh, Pegawai Penyelidik, Institut Penyelidikan, UAE

Syeikh Muhammad Nasiruddin al-Albaani yang dipuja oleh golongan Salafiyyah al-Wahhabiyyah
Dalam posting terdahulu, saya telah menulis tentang Siapa Syeikh Muhammad Nasiruddin al-Albaani?. Saya melihat artikel ini banyak dimuatkan beberapa website yang lain. Ia disusuli dengan komentar yang kebanyakkannya tidak ilmiyyah. Bahkan banyak pula yang berlandaskan perasaan berbanding hujjah. Sekarang, mari kita ikuti kenyataan Murid Kanan al-Allamah al-Imam al-Muhaddith Syeikh Abdullah bin al-Siddiq al-Ghumari iaitu Allamah Syeikh Mahmud Said Mamduh tentang kesilapan metodologi hadis yang diperjuangkan al-Albaani dan para muridnya. Beliau telah mengarang banyak kitab untuk mendedahkan beberapa kesilapan metodologi Syeikh Muhammad Nasiruddin dalam ilmu hadith.

Antara karangan beliau yang terbaru ialah : al-Ta’rif bi Awham Man Qassama al-Sunnan Ila al-Sahih Wa al-Dhaif (Satu pengenalan bagi mereka yang mendatangkan kesamaran dgn membahagikan al-hadith kepada Sahih dan Dhaif). Kitab ini berjumlah enam jilid bermula bab Taharah (bersuci) sehingga bab kelebihan Makkah. Di dalam kitab ini Allamah Syeikh Mahmud Said Mamduh berjaya menjelaskan metodologi songsang al-Albaani satu persatu. Beliau telah mengesan hampir 1000 hadis yang telah ditashih dan ditad’ifkan mengikut selera hawa nafsu Syeikh al-Albaani. Penjelasan ini membuktikan Syeikh al-Albaani tidak memiliki konsistensi kukuh dalam pentashihan hadis.

Walaupun menceburi bidang hadith, Syeikh al-Albaani sebenarnya tidak mempunyai silsilah perguruan dalam bidang hadis secara bersanad. Jika dikaji secara teliti dalam terjemahan biografi Syeikh al-Albaani, tidak diketahui siapakah gurunya yang meriwayatkan hadis kepadanya. Ajaib sekali jika seseorang yang menceburi bidang hadis tidak memiliki guru hadis yang memiliki silsilah yang sampai kepada Rasulullah SAW.
Disamping itu, Syeikh al-Albaani juga bertanggungjawab merungkai metodologi ilmu hadis yang telah sekian lama disusun rapi oleh para ulamak hadith. Contohnya : Para ulamak hadis telah sepakat membahagikan hadith kepada empat bahagian utama : Iaitu Hadith Sahih, Hadis Hasan/Maqbul (yg tidak menepati spesifikasi sahih dan tidak pula dhaif), Hadith Dhaif dan Hadith Mauduk (Rekaan). Tetapi bila hadirnya Syeikh al-Albaani, beliau merombak metodologi berkenaan. Lalu membahagikan hadis kepada dua bahagian sahaja. Iaitu Hadis Sahih dan Hadith Dhaif/Mauduk (rekaan).
Bukan sekadar itu, Al-Albaani juga turut menjelaskan bahawa tidak boleh beramal dengan hadis dhaif berkenaan. Sedangkan para ulamak menaskan : ”Para Ulamak Hadis, Feqah dan selainnya menjelaskan : Diharuskan dan disunatkan beramal dengan hadis dhaif di dalam kelebihan-kelebihan perkara ibadah, galakan terhadap janji-janji baik Allah dan larangan terhadap janji-janji buruk Allah selagi mana hadis tersebut tidak mencapai tahap hadis rekaan,”-Imam al-Suyuthi di dalam Kitabnya Tufah al-Abrar dan Imam al-Nawawi di dalam al-Azkaar, hlm 14, Cet Dar al-Makrifah, 1996
Oleh itu, tidak pelik jika ada pihak yang membicarakan ilmu hadis, secara sombong menolak keberhujahan hadis-hadis hasan atau hadith dhaif dalam bidang dan kelasnya sebagaimana yang dibenarkan para ulamak hadis, feqah dan selainnya. Dakwa mereka, hadis berkenaan tidak sahih. Atau hadis berkenaan adalah hadis dhaif. Ternyata sikap begini tidak mencerminkan metodologi Ahl Hadis yang sebenar. Sebaliknya, mencerminkan sikap penolakan terhadap hadis secara halus. Inilah salah satu hasil dari pegangan Ijtihad al-alBaani yang perlu ditolak secara jujur.

Selain itu, alAlbaani juga begitu gigih ingin menilai semula hadis-hadis Nabi SAW yang telah dinilai sahih oleh para ulamak muktabar sebelumnya. Dalam kes ini, perlu dipertanyakan Siapa al-Albaani dan siapa gurunya? Dimana sanadnya @ silsilah periwatannya? Dimana Standard beliau dalam disiplin ilmu hadis? Apakah beliau al-Hafidz, al-Hakim, al-Hujjah, Pakar Ilal al-Hadis? Pendek kata, Syeikh al-Albaani juga perlu dinilai secara Jarh dan Ta’dil oleh para ulamak yang layak menilai penghadisannya. jadi, mengapa harus ada pihak yang menuduh kita ekstrem bila kita ingin mengadili beliau berdasarkan metodologi Ahli Hadis yang silam? Sepatutnya, ia bukan isu yang perlu dipertikaikan.

Kini sudah 10 tahun Syeikh al-Albaani bersemadi di Tanah Perkuburan Jabal Nasir, di Amman, Jordan . Namun fikrah dan metodologi hadis modern yang dirintisnya mendapat tempat dalam masyarakat disebabkan beliau pernah menjawat Mahaguru Hadis di Universiti Islam Madinah. Memandangkan metodologi hadisnya bertepatan dengan aliran Salafiah Wahhabiyyah, maka namanya dijulang dan beliau diberi penghargaan serta dimasyhur ke tahap Amir Mukminin Fi al-Hadis. Muncul pula murid-murid yang mengagung-agungkan al-Baani ke serata dunia, dengan sokongan wang ringgit yang banyak menyebabkan fikrah al-Albaani mudah tersebar dengan cepat. Berbanding karya ulamak yang hebat dalam pelbagai bidang tetapi kurang diberi perhatian sesetengah pemerintah. Akhirnya, karya berkenaan terkubur begitu sahaja.

Apapun kesalahan al-baani dalam bidang hadis perlu diperjelaskan. Bukan bermaksud bila kita membicarakan kesalahan seseorang ulamak beerti kita mencela keperibadiannya. Tidak sebegitu, namun tujuannya ialah ingin diperbetulkan kesilapannya. Dan memberi ingatan kepada umat ini agar tidak tersalah faham dengan pendapat yang sememangnya salah. Apatah lagi untuk mengambil manfaat dari metodologi songsang yang diperjuangkannya.
Justeru, diperingatkan kepada para pendakwah, penceramah @ sesiapa sahaja yang melibatkan diri dalam bidang hadis supaya berpegang kepada metodologi yang telah disepakti ulamak hadis. Dan usah mengambil jalan pintas untuk menghukum hadis jika anda tidak mengetahui disiplinnya. Dikhuatiri, jika anda menukil tashih dan tashih al-Albaani, anda akan dikenali se kapal dgn metodologi songsang ini. Dan tidak hairanlah jika anda dituduh Wahhabiy. Atau di gam oleh negeri-negeri tertentu.
Bagi mereka yang tidak tahu apa-apa akan hal ini…dia pasti berkata : al-Albaani pun ulamak jugak… zamihan tu siapa? Masalahnya bukan siapa saya, kita dan mereka…Tetapi permasalahannya ialah metodologi songsang, tiada disiplin ilmu dan kesalahan seseorang perlu diperjelaskan supaya tidak berlaku kerancuan dan salah faham sesama Islam. Lebih-lebih lagi dalam sesuatu bidang yang melibatkan sumber perundangan Islam iaitu al-Hadith. Wallahu’alam.
Jika kita membuka lembaran fatwa yang melibatkan al-Albaani, khususnya bab feqah, disana terdapat beberapa fatwa syadz al-Albaani yang bertentangan Ijmak ulamak. Contohnya masalah wajibnya dipindahkan maqam Nabi SAW dari masjid Nabawi al-Syarif kerna maqam tersebut dianggap sebagai berhala. Nauzubillah. Ummuhatul Mukninin didakwa beliau harus utk berzina dengan lelaki lain selepas kewafatan Nabi SAW. Umat Islam Palestin wajib keluar dari Palestin kerana tidak berkuasa melawan Yahudi dan macam lagi fatwa pelik tapi benar2 berlaku. Dan direkodkan dalam kitabnya. Apakah kita harus berdiam diri sahaja dan terus menyanjunginya. Tanpa menjelaskan kekeliruan yang ditimbulkan beliau. Masya Allah.